Jodoh Alena
Junitha Hornet
Gadis cantik dan hitam manis itu berlarian menuju ruang auditorium sebuah kampus swasta di kotanya. Dengan mengenakan celana jeans, atasan tunik berwarna soft pink dan sepatu kets berwarna putih kesayangannya gadis pemilik kaki jenjang itu terus berlari menaiki anak tangga.Sesampainya di depan pintu auditorium sejenak gadis itu berhenti merapikan hijabnya dan mengatur nafas kemudian perlahan membuka pintu ruangan megah itu, berjalan menepi lalu bergabung dengan mahasiswa yang lainnya.
Hari ini adalah pelantikan anggota baru salah satu organisasi mahasiswa di kampusnya, Alena Maharani jusrusan pharmacy semester Tiga itu pun turut serta dalam kerumunan mahasiswa lainnya untuk mengikuti pelantikan.
Dalam acara tersebut hadir pula salah satu pembicara yaitu seorang aktivis sekaligus ketua BEM, mahasiswa semester lima dari kampus lain. Lelaki bertubuh atletis bernama Daffin itu mengenakan jas almamater berwarna merah. Kehadirannya seketika disambut riuh dan tepuk tangan seluruh peserta yang yang berada diruangan itu.
Hingga acara pelantikan usai, Daffin laki-laki berkacamata itu mampu mebawa suasana semakin mencair. Usut punya usut rupanya mahasiswa itu cukup dikenal dikampus ini, sering diundang menjadi pembicara dan menjadi sosok yang diidolakan banyak mahasiwi. Alena pun mengikuti acara demi acara dengan sangat antusias.
***
Dua Bulan Kemudian ….
Alena, Rahma, dan Devan, mereka bertiga bergegas menuju sebuah perpustakaan daerah yang ada di pusat kota, ada beberapa buku yang tidak mereka temui di perpustakaan kampus dan harus mencarinya di tempat lain. Buku-buku inilah sebagai referensi untuk tugas mata kuliah yang diberikan oleh Pak Tristan salah satu dosen muda di kampusnya.
Saat berjalan menuju kesalah satu lorong perpustakaan, Alena berpapasan dengan seorang laki-laki yang tak asing dimatanya. Ya, laki-laki itu adalah Daffin, yang pernah ia jumpai saat mengikuti pelantikan. Alena dan Daffin tersenyum saat kedua mata mereka bertemu.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, saat keduanya berada di ruang baca, Alena memberanikan diri untuk menyapanya dengan suara rendah agar tidak mengganggu pengunjung yang lain. Kemudian mereka berkenalan dan bertukar nomor WhatsApp.
“Cie … Cie … yang baru saja kenalan dengan cowok ngehits.” Rahma sahabatnya itu meledek Alena. Alena tersipu malu tak mampu menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah bak tomat.
“Biasa aja kali,” dengan gugup Alena menyanggahnya.
“Cie … salah tingkah nih bocah.” Devan menimpali.
“Apaan sih kalian ini, udah yuk kita pulang, sudah sore nih.” Alena mengajak dua sahabatnya itu untuk bergegas meninggalkan perpustakaan.
***
Keesokan harinya Alena mendatangi basecamp tempat berkumpulnya teman-teman satu organisasi di kampunsya. Alena yang terkenal sangat komunikatif dan padai sekaligus menjadi team inti paduan suara dikampusnya itu di daulat menjadi salah satu perwakilan dari organisasinya untuk mengikuti rapat dengan beberapa mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di kotanya.
Alena tak sendiri, melainkan bersama tiga seniornya yang akan bersama-sama mendatangi undangan yang akan dilaksanakan di sekretariat pusat. Ditempat inilah, lagi-lagi Alena dipertemukan dengan Daffin, seolah sudah menjadi takdirnya, mereka berdua pun nampak semakin akrab, Alena tak lagi canggung saat berbincang-bincang.
***
Seiring waktu berjalan, hubungan keduanya semakin dekat, hingga akhirnya tumbuhlah buih-buih cinta di hati Alena. Mereka berdua saling peduli, saling menjaga satu sama lain dan saling menyayangi. Hingga orang-orang yang melihatnya pun beranggapan bahwa dua sejoli ini memiliki hubungan lebih dari seorang teman.
Beberapa tahun ini Daffin banyak merubah kepribadian Alena jauh menjadi lebih baik lagi dalam segala hal, bagaimana cara memperlakukan orang lain, menghormati dan mengharagi orang lain. Bukan hanya itu, kedua orang tua Alena pun menyukainya karena Daffin banyak membawa hal-hal positive dalam kehidupan putrinya.
Bagi Alena, Daffin bukan sekedar teman atau kakak, melainkan cinta pertama yang menghiasi hatinya, dan ketika gadis itu menyayangi seseorang maka dia akan bersungguh-sungguh dan terus berjuang untuknya.
***
Sore Hari di Taman Kota ….
Daffin membuka tutup botol air mineral dan memberikannya kepada Alena. Alena kemudian mulai meresap air mineral yang ada di tangannya. Alena mengajak Daffin untuk bertemu ada hal yang ingin ditanyakan perihal hubungannya itu akan dibawa kemana.
“Ada apa sih Len, sampai ajak Kakak kesini.” Daffin mulai membuka percakapan.
“Ada yang mau Alena tanyakan ke Kakak,” jawabnya, Alena sedikit canggung dan tidak memiliki keberanian untuk menatap sosok laki-laki berkacamata yang ada di hadapannya itu.
“Kayaknya serius, wah … Kakak Jadi penasaran nih.”
“Mmmm … Kak, kita itu pacaran nggak sih selama ini?” tanpa basa-basi Alena melempar pertanyaan yang sangat serius,
“Kita sudah hampir dua tahun bersama, tapi belum pernah Kakak bilang cinta sama Alena, Kakak Cinta kan sama Alena?”
“Alena sudah tahu jawaban apa yang akan Kakak berikan, tapi Alena mau mendengarnya langsung,” gadis itu memohon.
“Alena … Maafin Kakak Len.” Suasana seketika menjadi hening.
“Selama ini Kakak menganggap Alena tak lebih dari seorang adik dalam kehidupan Kakak, Alena sudah tahu itu kan?”
“Untuk menjaga seorang adik, tugas Kakak adalah menjaga Alena, seperti yang sudah Kakak lakukan selama ini, menjaga pergaulan Alena, mengingatkan untuk selalu menjadi pribadi yang baik, menjadi mahasiswi yang berprestasi, menjadi kebanggaan orang tua, Alena sudah tahu itu kan? Lagi-lagi Daffin meyakinkan.
Alena tak mampu membendung air mata, tangisnya pun pecah. Kesedihan menggelayut di hatinya. Alena terus menuduk tak ada keberanian menatap laki-laki sempurna yang ada di hadapannya.
Daffin terus menepuk pundak Alena dengan pelan. Alena masih menyembunyikan wajahnya, gadis itu masih bergelut dengan perasaannya yang porak poranda.
“Maafin Kakak Len,” pintanya.
“Kakak tidak akan meninggalkan Alena dalam keadaan apapun, tak lebih karena Kakak sudah menganggap Alena seperti Adik bagi Kakak”.
Dalam hatinya Alena mengakui kesalah pahamannya akan kebaikan Daffin yang ia salah artikan selama ini. Alena beranjak dari tempat duduknya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Alena berlari menginggalkan Daffin, Daffin pun mengejarnya.
***
Beberapa hari Alena gadis periang itu menjadi murung, ada beberapa mata kuliah yang ia tinggalkan. Rahma dan Devan terus memberi semangat untuk sahabatnya yang sedang patah hati itu.
Beribu-ribu kata maaf tak pernah berhenti Daffin ucapkan. Kedua orang tua Alena sudah mengetahui dan memaklumi keadaan yang telah terjadi terhadap putrinya. Hubungan dengan Daffin pun masih terjalin dengan baik.
***
“Aku harus kuat, aku harus bangkit, aku tidak boleh seperti ini,” gadis itu menyemangati dirinya sendiri.
Kemudian Alena bertekad untuk mengikhlaskan dan melepaskan Daffin. Gadis itu pun mendoakan untuk kesuksesan Daffin yang akan melanjutkan pendidikan S2 di Jakarta dan mengejar mimpinya. Alena pun tak mau membebani fikiran Daffin dengan rasa bersalahnya telah menyakitinya.
Alena kembali ke kampus, kembali menjadi gadis ceria dengan segudang prestasinya, menjalani hari-hari dengan baik, berusaha untuk menutupi kesedihannya dia terlalu istimewa untuk terluka dengan cuma-cuma.
Gadis itupun mengejar mata kuliah yang tertinggal, salah satunya adalah mata kuliah farmakologi yang diampu oleh Pak Tristan dosen muda di kampusnya itu. Karena usianya masih sangat muda, dosen ini mampu memberikan banyak energi positive untuk Alena agar bangkit segera dari keterpurukan karena masalah hati.
***
Dua Tahun Kemudian ….
[Kak Daffin … Alena minta doa restu, pekan depan Alena akan menikah, Kakak bisa datang kan….] sebuah pesan singkat melalui WhatsApp Alena kirimkan untuk Daffin.
[Pasti Kakak usahakan datang, Alena tungga Kakak yah ….] Daffin membalas dan memastika akan hadir di hari bahagia Alena.
***
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Ananda Alena Maharani Binti Muhammad Akbar, dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.” Dengan penuh hikmat Tristan mengucapka ijab qobul, kemudian di sahkan oleh penghulu dan sejumlah tamu undangan yang hadir.
“Semoga kalian berdua menjadi pasangan yang sakinah, mawadah, dan warohmah,” pesan penghulu.
Daffin pun mengaminkan dalam hati, dan tak terasa bulir bening mengalir dari sudut netranya,”Selamat berbahagia Alena,” gumamnya.
***
“Perihal hidup, jangan pernah kita mengijinkan rasa sakit, perih, dan terluka menetap terlalu lama dalam diri, kita harus mampu untuk bangkit, menjalani kehidupan menjadi lebih baik lagi. Kita terlalu istimewa untuk terluka, maka berbahagialah ….”
Posting Komentar
Posting Komentar