header junitha hornet's story

Cerpen Musim Gugur di Groningen

Musim Gugur di Groningen

Oleh : Junitha Hornet

Cerpen Musim Gugur di Groningen

Tak pernah terbesit dalam pikiranku, bahkan belum pernah ada dalam daftar mimpiku bisa tinggal di negeri orang. Ya, tinggal di salah satu negara yang menjadi destinasi tempat kuliah bagi mahasiswa internasional salah satunya adalah mahasiswa asal Indonesia.

Namaku Alisha Indira, seorang ibu yang memiliki putri kecil berusia tujuh tahun. Saat ini aku tinggal di Groningen salah satu kota di Belanda yang letaknya di ujung utara, salah satu kota pelajar terbanyak di negeri kincir angin.

Bersama Mas Danny suamiku dan Syakira putri kecilku, kami tinggal disebuah apartemen tak jauh dari University of Groningen tempat dimana suami saat ini sedang menempuh pendidikan Doctor (S3) PhD Programe, di kota inilah kami tinggal mendampingi suami yang sedang menyelesaikan studynya.

***

Musim gugur telah tiba, ini adalah musim gugur kedua yang kami jumpai di Groningen. Pagi ini matahari mulai terbit pukul 07.30 kubuka pintu dan jendela, mentari pagi mencoba menyapaku dengan ramah, desir angin mulai terasa dan memaksa menyelinap masuk melewati celah jendela.

“Herfst mulai turun hari ini rupanya. ‘Selamat datang!!.’ aku sudah menunggumu,” hatiku bertutur, kemudian tersenyum simpul menyambutnya dengan hati riang.

Dari kejauhan nampak dedaunan berwarna merah, cokelat, dan kuning mulai berguguran di tanah, jalanan dan juga trotoar, aku sudah tak sabar ingin segera keluar rumah untuk menyambut hari pertama musim gugur ini bersama keluarga kecil ku, menikmati helai demi helai dedaunan yang berserakan.

***

Tinggal di negeri orang mengajarkan kami untuk hidup mandiri dan tetap survive. Awal mula tinggal disini tidaklah mudah, butuh perjuangan, culture yang berbeda dengan negeri sendiri, proses beradaptasi dengan lingkungn baru, rasa sepi yang kerap kali hadir karena belum mengenal banyak orang, kesulitan berkomunikasi dan banyak yang hal yang aku rasakan.

Untuk mengisi waktu, dan mengusir sepi disela-sela membersamai putri kecilku, aku mulai mencoba belajar memasak. Ya, keadaan rupanya mampu merubah yang tak mungkin menjadi mungkin.

Aku yang tak mengerti urusan dapur mau tak mau harus mulai belajar, dari melihat tutorial di youtube, bertanya kepada seorang kawan, dan juga mulai trial and eror yang tak terhitung jumlahnya.

Dengan melalui banyak proses panjang itulah, setiap akhir pekan aku beranikan diri untuk membuka pesanan menu catering dengan jumlah terbatas berbagai menu masakan khas Indonesia untuk teman-teman mahasiswa yang tinggal di kompleks apartemen.

***

Pekan Pertama Musim Gugur ….

Pagi yang cerah, pemandangan yang indah nampak dari balik jendela, daun-daun masih berguguran tersapu angin. Ada beberapa anak kecil sedang bermain di halaman. Aku kembali melanjutkan aktivitas pagi menyiapkan sarapan dan keperluan lainnya.

Dua potong roti gandum dengan olesan selai kacang, sebutir telur rebus, dan beberapa potong buah apel sudah terhidang di meja makan.

“Ayah, hari ini Bunda mau pergi ke pasar ya?” kataku, sembari membersihkan small kitchen usai menyiapkan sarapan pagi.

“Maaf Ayah belum bisa antar ya Bun, nanti hati-hati di jalan ya, kalau ada yang urgent segera telephone Ayah, ” jawabnya, kubalas dengan anggukan kepala.

“Hari ini Ayah ada diskusi hasil penelitian dengan Profesor,” jelasnya, kemudian ia menghabiskan sarapan pagi yang sudah aku siapkan sebelum beranjak ke kampus.

***

Setelah mengantar Syakira putriku pergi ke sekolah, aku bergegas mengayuh sepeda berwarna hitam lengkap dengan keranjang kecil menuju ke Vismarkt pasar tradisonal untuk belanja kebutuhan sehari-hari dan belanja lainnya.

Pasar ini letaknya tak jauh dari tempat tinggal kami dan menjadi tempat favorit karena harganya jauh lebih murah dari pasar-pasar yang ada di Groningen dengan kualitas barang yang sama tentunya, hal ini sudah pasti akan menghemat pengeluaran kami. Selesai membeli kebutuhan sehari-hari, aku pun kembali pulang.

Suara dedaunan dan ranting kecil terdengar begitu crunchy saat kedua roda sepedaku melintasinya, dengan keranjang berisi penuh belanjaan usai aku berjibaku di pasar tradisional, kukayuh pedal sepeda menyusuri jalanan yang tak begitu ramai.

Terkadang bulir bening mengalir, ada banyak rasa berkecambuk di hati, tentang rasa sepi di negeri orang tanpa banyak teman, dan tak ada saudara. Merasa sedih dan kesepian saat rindu ini menyapa, tetapi semua itu kutepis dengan rasa ikhlas menjalani kewajiban sebagi isteri untuk mendampingi suami, dan kutepis dengan rasa syukur karena aku menjadi salah satu orang beruntung yang dapat menikmati betapa luasnya ciptaan Tuhan, dapat menikmati indahnya belahan dunia lain yang jauh dari Indonesia tempat aku dilahirkan, perlahan aku pun mulai menikmatinya.

***

Akhir Pekan di Noorderplantsoen Park ….

Siang ini kami mengunjungi Noorderplantsoen Park, salah satu taman terindah. Saat musim gugur tiba taman ini menjadi tempat favorit bagi sebagian penduduk Groningen, disini kami bisa menikmati angin yang bertiup sepoy-sepoy sejuk kadang sedikit kencang, menikmati pepohonan dengan dedaunan yang mulai berganti warna dari hijau menjadi merah yang kemudian akan gugur tertiup angin dan jatuh berserakan.

Ditaman ini nampak orang-orang duduk bersantai beralaskan selembar tikar menikmati sekeranjang camilan yang sudah mereka siapkan, ada yang sedang melihat angsa berenang di danau kecil sekitar taman, anak-anak bermain bola dan berlarian dengan hewan peliharaannya, ada yang memberi makan burung-burung merpati yang hidup di taman, ada pula yang sedang asik mengumpulkan dedaunan yang berjatuhan, semua nampak menyenangkan.

Tak jarang ditempat inilah kami bertemu Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Groningen, entah untuk sekolah atau bekerja disini, bahkan ada beberapa WNI yang menetap karena menikah dengan orang Belanda dan memutuskan untuk tinggal disini. Bertemu dengan mereka adalah salah satu kebahagiaan bagi kami dan sebagai pengobat rindu akan kampung halaman.

***

Hari semakin sore, kami bergegas meninggalkan taman. Selama musim gugur matahari tenggelam pukul 18.00 waktu setempat. Setelah turun dari transportasi umum, kami berjalan perlahan ke arah barat menuju apartemen, mengikuti matahari yang akan pulang menghampiri peraduannya.

Terlihat siluet dahan dan ranting pohon yang ditinggalkan daun-daunnya nampak begitu estetika karena pantulan senja. Syakira berlari kecil, Mas Danny menggandeng tanganku. Mereka adalah teman, sahabat, dan keluarga terbaik dalam hidupku. Dalam suka dan duka, dalam riuh ataupun hening.

***

Semangkuk Creamy Pumpkin Soup di Penghujung Musim Gugur ….

Jika tidak ada jadwal kuliah, Mas Danny sering mengajak kami berkunjung ke beberapa tempat, dengan alasan agar kami tidak jenuh hanya tinggal diam di dalam apartemen. Hari ini Mas Danny mengajak kami mengunjungi sebuah kedai tak jauh dari kampusnya.

Dedrick begitulah namanya bertubuh lebih tinggi dari kami, pemilik kedai ini menyuguhkan mangkuk berisi Creamy Pumpkin Soup, yaitu krim sup dari buah labu dengan rasa gurih dan nikmat, sup ini salah satu makanan khas yang dinikmati dikala musim gugur, sangat enak disantap dengan sepotong roti.

Suap demi suap krim sup dengan isi kacang dan parutan keju mulai berpindah dari mangkuk ke dalam perutku, usai makan kami berpamitan dengan pemilik kedai yang sudah sangat akrab dengan Mas Danny.

Kami pun melanjutkan perjalanan. Beberapa hari lagi musim gugur akan berakhir, Mas Danny ingin kami memiliki kenangan indah di setiap musim dan disetiap sudut yang ada di Groningen.

***

Satu Tahun Kemudian ….

Musim gugur kembali hadir, aku menyambutnya dengan rasa suka cita, bagiku saat ini bukan hanya Noorderplantsoen Park saja yang nampak indah untuk dinikmati dikala musim gugur bersama keluarga, namun setiap sudut di Groningen nampak begitu romantis dan istimewa.

Aku menikmati tiap moment berharga itu dengan penuh banyak rasa syukur karena diberi kesempatan untuk tinggal di negara empat musim yang terkenal dengan keindahan bunga tulipnya, salah satu negara yang banyak diimpikan oleh banyak orang untuk dikunjungi.

Aku harus menghilangkan rasa sepi menggantinya dengan banyak aktifitas yang bermanfaat dan menjadi ibu yang produktif walaupun di negeri orang dengan segala keterbatasannya. Mendampingi suami dan anak, menjalani hari dengan baik dan terencana. Hingga kelak saat kembali ke tanah air, kami memiliki kenangan yang indah di Groningen dengan sejuta cerita, dan jika Tuhan memberi kesempatan, kami akan kembali mengunjunginya lagi.

Ada satu pepatah yang mengatakan, segala kenikmatan dunia terlihat indah sebelum dimiliki, dan terasa biasa-biasa saja ketika telah didapatkan, karena itu perbanyaklah rasa syukur kita dengan apa yang kita miliki agar terasa nikmat.
Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan tambah nikmat kepadamu, tapi bila kalian kufur akan nikmatKU, maka sesungguhnya adzabku sangat pedih. (QS Ibrahim : 7).







































Junitha Hornet
Selamat Datang di Junitha Hornet's Story Blogger, Cerpenis, dan Penyuka Buku "Menulislah Karena Suka, Maka Kamu Akan Menikmatinya".

Related Posts

Posting Komentar